Dari Ummu
‘Abdillah Al-Wadi’iyyah,
untuk saudaraku
di jalan Allah
Ummu Ishaq
Al-Atsariyah
Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Setelah memuji
Allah I, aku kabarkan padamu, wahai Ummu Ishaq, bahwa telah sampai padaku dua
pucuk surat darimu, semoga Allah I menjagamu dan aku doakan semoga Allah I
mencintaimu, yang Dia telah menjadikanmu cinta kepadaku karena-Nya.
Adapun mengenai
permintaanmu agar aku menulis risalah kepada akhwat salafiyyat di Indonesia, aku
jawab bahwa aku telah menulis kitab Nashihati lin-Nisa (Nasehatku untuk Wanita)
yang sekarang sedang dicetak. Bila kitab itu telah terbit, Insya Allah akan kami
kirimkan kepadamu, semoga Allah I memudahkannya.
Adapun nasehatku
dalam thalabul ‘ilmi (menuntut ilmu agama) bagi wanita, maka aku katakan:
Hendaklah wanita memulai dari perkara yang Allah I wajibkan atasnya, seperti
mulai dengan belajar ilmu tauhid yang merupakan pokok
agama ini, karena Allah I tidak akan menerima amalan apa pun dari seorang hamba
jika ia tidak mentauhidkan-Nya dalam ibadah tersebut. Sebagaimana Allah I
berfirman dalam hadits qudsi:
“Aku paling tidak
butuh kepada sekutu-sekutu dari perbuatan syirik. Siapa yang mengerjakan suatu
amalan yang dalam amalan tersebut dia menyekutukan Aku dengan yang lain maka aku
tinggalkan dia dan sekutunya.”
Juga mempelajari
thaharah, cara bersuci dari haid, nifas dan setiap yang keluar dari dua jalan
(qubul dan dubur/ kemaluan depan dan belakang), dan mempelajari tata cara
shalat, syarat-syarat dan kewajiban-kewajibannya.
Demikian pula
mempelajari tata cara haji jika ia ingin menunaikan ibadah ini, dan
seterusnya…
Rasulullah r
bersabda:
“Menuntut ilmu
adalah wajib bagi setiap muslim.”
Setelah itu, jika
wanita tersebut termasuk orang-orang yang berkesinambungan dalam menuntut ilmu,
maka hendaklah ia menghafal Al-Qur`an bila memang itu mudah baginya dan juga
menghafal hadits Rasulullah r, tentunya disertai pemahaman dengan memohon
pertolongan kepada Allah U. Kemudian merujuk kitab tafsir kalau ada masalah yang
berkaitan dengan Al-Qur‘an, seperti Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Ibnu Jarir.
Jika masalahnya berkaitan dengan As-Sunnah, maka merujuklah kepada kitab-kitab
syarah dan fiqih seperti Fathul Bari, Syarhun Nawawi li Shahih Muslim, Nailul
Authar, Subulus Salam, Al-Muhalla oleh Ibnu Hazm.
Dan perkara yang
sangat penting dan tak bisa diabaikan dalam hal ini adalah berdoa kepada Allah I
karena doa termasuk sebab yang menolong untuk memahami ilmu. Oleh karena itu,
hendaknya seorang insan memohon kepada Allah I agar menganugerahkan pemahaman
kepadanya.
Jika ada para
pengajar wanita (guru/ustadzah) yang mengetahui Al-Qur`an dan As-Sunnah, maka
berguru kepada mereka merupakan perkara yang baik, karena seorang guru akan
mengarahkan penuntut ilmu (murid) dan menjelaskan kepadanya kesalahan-kesalahan
yang ada. Terkadang seorang penuntut ilmu menyangka sesuatu itu haq (benar),
namun dengan perantaraan seorang guru ia bisa mendapatkan penjelasan bahwa hal
itu ternyata salah, sedangkan al-haq (kebenaran) itu
menyelisihi apa yang ada dalam prasangkanya.
Tidak menjadi
masalah bagi seorang wanita untuk belajar pada seorang syaikh, akan tetapi
dengan syarat selama aman dari fitnah dan harus di belakang hijab (ada tabir
pemisah), karena selamatnya hati tidak bisa ditandingi dengan
sesuatu.
Jangan engkau
menganggap sulit urusan menuntut ilmu karena alhamdulillah menuntut ilmu itu
mudah bagi siapa yang Allah I mudahkan, sebagaimana firman-Nya:
“Dan sesungguhnya
telah Kami mudahkan Al Qur`an itu untuk pelajaran, maka adakah orang yang mau
mengambil pelajaran?” (Al-Qamar: 17)
Dan sebagaimana
sabda Nabi r:
“Aku diutus
dengan membawa agama yang hanif (lurus) dan mudah.”
Akan tetapi,
ingatlah bahwa ilmu itu memerlukan ketekunan dan kesungguh-sungguhan sebagaimana
dikatakan:
Berilah kepada
ilmu semua yang ada padamu, maka ilmu itu akan memberimu sebagiannya.
Juga sebagaimana
dikatakan oleh seorang penyair:
“Wahai saudaraku,
engkau tidak akan memperoleh ilmu kecuali dengan enam perkara. Aku akan
beritahukan kepadamu perinciannya.
Kepandaian,
ketamakan (dalam mencari ilmu), kesungguhan, dan memiliki bekal.
Berteman dengan
guru dan masa yang panjang.”
Maksud ucapan
sya’ir “bulghah” adalah sesuatu yang bisa dimakan, karena termasuk perkara yang
dapat menegakkan badan adalah makanan.
Berhati-hatilah
wahai saudariku –semoga Allah I menjagamu– dari bersikap taqlid (mengikuti tanpa
ilmu) dalam masalah-masalah agama, karena sikap taqlid itu adalah kebutaan.
Padahal Allah I telah memberikan akal kepada manusia dan memberi nikmat dengan
akal tersebut sehingga manusia unggul dengannya.
Adapun
pertanyaanmu “Bagaimana caranya agar seorang wanita bisa menjadi
pembahas/peneliti yang kuat (dalam ilmu din)?” Maka jawabnya –semoga Allah I
menjagamu–: Masalah-masalah ilmu itu beragam dan sungguh Allah I telah
mendatangkan untuk agama-Nya ini orang-orang yang berkhidmat padanya. Maka
mereka memberikan setiap macam ilmu itu haknya, sebagai permisalan:
Jika suatu
masalah itu berkaitan dengan hadits, maka hendaknya engkau merujuk kepada
kitab-kitab takhrij seperti kitab Nashbur Rayah oleh Az-Zaila’i, At-Talkhishul
Habir oleh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani dan kitab-kitab Asy-Syaikh Al-Albani
hafizhahullah yang padanya ada takhrij seperti Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah
dan Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifah.
Jika masalahnya
berkaitan dengan fiqih, maka hendaklah engkau merujuk kepada kitab-kitab yang
memang ditulis untuk membahas fiqih, seperti kitab-kitab yang telah aku sebutkan
sebelum ini, demikian seterusnya….
Saudariku, semoga
Allah menjaga dan memeliharamu…
Sanjunglah Allah
U karena Dia telah menjadikanmu mengenal bahasa Arab. Aku katakan kepadamu bahwa
bahasa Arab saat ini telah banyak mengalami penyimpangan (pembelokan dari bahasa
Arab yang fasih) dan kerancuan telah masuk pada bahasa ini yang memalingkannya
dari kefasihan.
Akan tetapi,
masih ada kitab-kitab bahasa Arab yang bisa engkau pelajari dan engkau baca
serta engkau pergunakan agar lisan menjadi lurus (fasih dalam berbahasa Arab).
Kitab-kitab yang dimaksud adalah kitab-kitab nahwu. Bagi pelajar pemula
hendaknya mulai dengan mempelajari kitab At-Tuhfatus Saniyah, setelah itu kitab
Mutammimah Al-Ajurumiyyah, lalu kitab Qatrun Nada dan Syarhu ibnu ‘Aqil. Dan
sepertinya kitab-kitab ini sudah mencukupi bagi penuntut ilmu yang ingin
mempelajari ilmu nahwu. Demikianlah wahai saudariku, jangan lupa untuk
menyertakan aku dalam doa kebaikanmu karena doa seseorang untuk saudaranya yang
muslim yang jauh dari dirinya itu mustajab (diterima Allah I). Walhamdulillahi
rabbil ‘alamin.
Ditulis oleh
saudarimu fillah
Ummu ‘Abdillah
Al-Wadi’iyyah
Sabtu, 20
Ramadhan 1418 H
(Diterjemahkan
oleh Ummu Ishaq Zulfa Husein dari surat aslinya)
0 comments:
Post a Comment